Jakarta - Sebuah kebakaran besar melanda gedung perkantoran yang digunakan oleh perusahaan teknologi di kawasan Cempaka Baru, Kemayoran, Jakarta, pada Selasa (9/12/2025). Kebakaran yang terjadi di Jalan Letjen Soeprapto ini mengakibatkan korban jiwa dalam jumlah signifikan, dengan sedikitnya 22 orang dilaporkan tewas.
Petugas pemadam kebakaran segera dikerahkan ke lokasi untuk memadamkan api dan melakukan proses pendinginan. Proses pemadaman berlangsung dengan intens, mengingat kondisi bangunan dan titik api yang sulit dijangkau. Seluruh korban kebakaran telah dievakuasi dan dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk keperluan autopsi dan identifikasi lebih lanjut.
Saat ini, penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan oleh pihak berwenang. Sementara itu, keluarga korban menantikan hasil investigasi lanjutan untuk mengetahui penyebab pasti dari peristiwa tragis ini.
Kritik Terhadap Standar Proteksi Kebakaran
Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyanta, mengkritik lemahnya penerapan standar proteksi kebakaran di Ibu Kota. Menurut Yayat, kebakaran yang kerap terjadi di area perkantoran dan permukiman menunjukkan ketidaksesuaian bangunan dengan standar keselamatan sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR tahun 2006–2008.
"Bangunan itu harus dilengkapi dengan alarm, detektor panas, hidran, sprinkler, hingga jalur evakuasi yang jelas. Tapi kenyataannya, banyak bangunan yang tidak mematuhi hal tersebut," ujar Yayat saat dihubungi Media Indonesia.
Menurut Yayat, masalah terbesar yang sering muncul dalam kasus kebakaran adalah jalur evakuasi yang tidak memadai. Banyak pekerja dan pengunjung yang tidak tahu harus ke mana saat kebakaran terjadi, karena tidak ada petunjuk arah atau bahkan jalur evakuasi yang terhalang oleh partisi bangunan. "Ini adalah kesalahan desain dan pengawasan. Jalur evakuasi bukanlah aksesori, melainkan penyelamat nyawa," tegasnya.
Bahan Bangunan yang Memperburuk Penyebaran Api
Selain itu, Yayat juga menyoroti penggunaan bahan bangunan yang mudah terbakar pada interior maupun fasad gedung. Banyak gedung yang demi alasan estetika menutup struktur bangunannya dengan material plastik atau panel dekoratif yang justru memperburuk penyebaran api.
"Kita belajar dari kebakaran besar di Hong Kong. Material fasad yang mudah terbakar membuat api merambat dengan cepat. Jakarta harus belajar dari itu,” ucapnya.
Perlu Audit dan Pembaruan Sistem Keamanan Gedung Lama
Yayat juga menekankan perlunya audit terhadap gedung-gedung yang sudah berusia 20 hingga 30 tahun, karena sistem pemadaman, alarm, hingga jalur evakuasi pada gedung-gedung tersebut kemungkinan besar tidak lagi sesuai dengan standar keselamatan yang ada saat ini. Namun, hingga saat ini belum ada ketegasan mengenai siapa yang bertanggung jawab melakukan audit tersebut.
"Harus jelas, apakah dinas bangunan, pemadam, atau pihak independen. Kalau tidak jelas, semua saling lempar,” katanya.
Ia pun mendesak pemerintah untuk segera mewajibkan audit ulang pada gedung-gedung lama dan memastikan bahwa instalasi proteksi kebakaran berfungsi dengan baik. "Sprinkler ada tapi tidak tahu hidup atau tidak. Hidran ada tapi tidak ada tekanan air. Ini problem klasik,” ujar Yayat.
Pentingnya Pengawasan Ketat dan Revitalisasi Sistem Keselamatan
Yayat menegaskan bahwa tanpa pengawasan yang tegas dan revitalisasi sistem keselamatan, Jakarta akan terus terjebak dalam siklus kebakaran yang sama setiap tahunnya. "Keselamatan itu bukan pilihan. Harus jadi standar yang dipatuhi semua pihak,” tutupnya. (RZ)